Contoh Format Review Jurnal - Praktis dan Mudah
Saturday, 25 April 2020
Add Comment
Contoh Format Review Jurnal - Praktis dan Mudah |
Jawa Timur
Tahun :
2019
Penulis : Muhamad Husni, Fathul Wahab (Fak.
Tarbiyah IAI Al-Qolam Malang)
Publikasi : Annual Conferens for Muslim Scholars
2019
Reviewer : Syifa’ur Romli (22002012012)
- Latar
Belakang
Pesantren merupakan lembaga sebagai
wujud dari proses perkembangan sistem pendidikan Nasional. Dari segi historis,
pesantren tidak hanya melulu identik dengan keislaman tetapi juga mengandung
makna keaslian Indonesia. Sebab lembaga yang serupa dengan pesantren sebenarnya
sudah ada sejak masa kekuasaan Hindhu-Budha di Indonesia. Sehingga, dengan
hadirnya Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga-lembaga yang sudah
ada. Meskipun tentunya, hal ini bukan berarti menciutkan peranan Islam dalam
kiprahnya mempelopori pendidikan di Indonesia.[1]
Dalam perkembangannya, pesantren
telah menjadi lembaga yang mempunyai karakteristik atau ciri khas tersendiri
dibandingkan dengan lembaga pendidikan lainnya. Karakteristik atau ciri khas pesantren
yaitu lembaga pendidikan yang khusus mendalami ajaran agama Islam yang dalam
literatur dan metodenya menganut sistem terjemah menggunakan bahasa lokal seperti;
Jawa, Madura atau Sunda. Pendidikan di dalam pesantren lebih kompleks sebab pendidikan
di pesantren tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga aplikatif, artinya tidak
hanya materi tetapi juga praktek sebagai wujud pengamalan ilmu yang telah
diketahui. Meskipun demikian, pesantren tidak menutup diri dari perkembangan
sains dan teknologi, sehingga pesantren dinilai lebih unggul dari pada lembaga
pendidikan lainnya.
Sedangkan dunia pendidikan formal
yang identik dengan sarana dan prasarana serta gedung yang lengkap dengan
fasilitas pendukung seperti kelas dan lainnya. Hal ini yang kemudian menjadi
pembeda antara pendidikan formal dengan pesantren sebab di dalam dunia
pesantren diterapkan sistem pembelajaran tanpa kelas atau tanpa sekat, dimana
pada setiap kelompok ada satu ustadz yang mengajar sesuai dengan tingkat dan
materinya. Sebagaimana salah satu subyek
dalam penelitian ini yaitu MI Amanah yang berlokasi di Desa Tanggung Kecamatan
Turen Kabupaten Malang, yang didirikan melalui inspirasi dari tokoh masyarakat
setempat untuk mendirikan lembaga formal yang menerapkan metode kelas tanpa sekat
(class without wall).
- Tujuan
Penelitian
1.
Untuk
mengetahui dan mengembangkan eksistensi pesantren dalam mencetak generasi
terbaik di era milenial
2.
Untuk
mengetahui dan mengembangkan konstruksi dan mempertahankan pesantren garasi di
Jawa Timur
- Metode
penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
fenomenologi sebagai pendekatan perspektif dalam penelitian kualitatif. Yang dalam
prakteknya, fenomenologi bekerja pada fakta ilmiah dari perkataan maupun
perbuatan seseorang. Penelitian ini terfokus pada lokasi pesantren yang berada
di Jawa Timur, dengan pertimbangan bahwa Jawa Timur adalah Provinsi yang
dikenal dengan jumlah pesantren yang cukup banyak.
- Hasil
Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah bahwa
peneltitan ini dilakukan tidak hanya untuk mengetahui seluk beluk pesantren,
tetapi juga untuk mengembangkan eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan
yang mempunyai urgensi di bidang pendidikan Indonesia. Mengingat di era modern
ini generasi muda sangat riskan terjerumus jika tidak diimbangi dengan bekal ilmu
agama yang bisa didapatkan melalui pesantren. Semuanya dapat dibuktikan secara
nyata mengingat fungsi pesantren yang dinamis selalu dipertahankan serta berkembang
menyesuaikan kondisi masyarakat global. Sehingga pesantren bukan lagi hanya
lembaga pendidikan yang berisi syi’ar tentang agama dan berfungsi sebagai
lembaga sosial yang kolot, tetapi juga seimbang dengan memperhatikan relevansi
keilmuan lain sebagaimana berkembangnya sains dan teknologi.[2]
Berbagai sistem dan metode diatur
sedemikian rupa serta dikembangkan untuk terus lebih baik demi mencetak
generasi muda muslim yang berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi di masa
depan. Baik metode sorogan maupun bandongan yang diterapkan agar santri dapat
menangkap terjemah, keterangan sekaligus mengulas teks-teks arab tanpa harakat
(kitab gundul) yang dibacakan oleh Kyai. Setelah bekal teori didapatkan,
dibentuklah sebuah jalsah (perkumpulan santri) dengan berbagai macam
bentuk seperti; musyawarah/bahtsul masail, muhafadzah, muhawarah dan
muhadatsah sebagai tolak ukur atau evaluasi terhadap sejauh mana pemahaman
santri terhadap materi dan teori yang telah diperoleh. Yang semua kegiatan
tersebut dilakukan dengan sistem pembelajaran tanpa sekat.
Dalam perkembangannya, terdapat dua
tipe pesantren yakni tipe pesantren khlafiyah (modern) dan tipe pesantren
salafiyah. Keduanya mempunyai tujuan yang sama, meskipun dalam kepemimpinannya
mempunyai corak yang berbeda. Pada pesantren tipe khalafiyah bersifat kolektif
demokratis sehingga sistem pengambilan keputusan tidak terpusat pada Kyai. Demikian
pula dengan sistem kurikulum yang menyerupai sekolah formal berstandar
Pendidikan Nasional, sedangkan pada tipe pesantren salafiyah tidak memakai
sistem kurikulum tetapi dikenal dengan manhaj. Di antara pesantren yang menerapkan
dua metode tersebut adalah Pondok Pesantren Asy-Syadziliy Pakis Malang, Pondok
Pesantren An Nur 1, 2 dan 3 di Bululawang Malang, Pondok Pesantren al
Munawariyah di Sudimoro Turen Malang, Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 2 di
Putukrejo Gondanglegi Malang, Pondok pesantren Raudlatul Ulum 1 di Ganjaran
Gondanglegi Malang dan lain sebagainya.
Demikian juga MI Amanah di Desa Tanggung
Kecamatan Turen selaku madrasah formal menerapkan sistem yang sama dengan
pesantren. Dengan mendesain berbagai sistem dan metode pembelajaran yang sedemikian
rupa disesuaikan dengan komposisi keilmuan serta kemampuan tenaga pengajarnya
berdasarkan kata mufakat para tokoh masyarakat. Terinspirasi dari sistem pembelajaran
di pesantren yang melakukan pembelajaran tanpa sekat, sehingga proses
pembelajaran dapat dilaksanakan dimana saja menyesuaikan kuantitas muridnya. Sistem
pembelajaran tanpa sekat terdiri dari beberapa rombel (rombongan belajar) yang
berisi 12 murid dan satu tenaga pengajar pada setiap rombongan belajarnya. Dan dinamakan
pendidikan garasi atau pendidikan inklusi sebab proses pembelajarannya bertempat
di tempat yang luas dan bebas dari sekat sehingga serupa dengan garasi.[3]
Dalam kesehariannya, Sekolah Garasi
(MI Amanah) memiliki jadwal yang padat bagi murid-muridnya. Selain menempuh
pendidikan formal, juga diwajibkan bagi para murid untuk mempelajari bidang
ilmu yang tak kalah penting yaitu ilmu agama. Dan dengan hal itu, para guru dan
pengurus lembaga setempat memberlakukan sistem wajib sholat berjama’ah dhuhur
dan ashar juga sholat sunnah dluha. Diberlakukan demikian karena pada pagi hingga
siang hari para murid mengikuti pembelajaran formal sebagaimana lembaga
pendidikan formal lainnya, sedangkan sore harinya (yakni pukul 14.00 – 17.00)
dilanjutkan dengan kegiatan mengaji Al-Qur’an dan mengkaji ilmu-ilmu Islam yang
lainnya.
Berbagai desain pengembangan
keilmuan yang dianut pada sampel sebagaimana tersebut di atas, sejalan dengan
pemikiran para ahli. Di antara pemikirannya adalah mengenai teori pendidikan
yang memadukan kebutuhan intelektual anak didik (atau dalam pesantren disebut
santri) dengan kemampuan tenaga pengajar yang menyesuaikan aksesibilitas yang
dimiliki pada setiap lembaga.[4]
Pendapat ini kemudian menjadi salah satu factor penguat didirikannya sistem pembelajaran
tanpa sekat sebagaimana dibangunnya MI Amanah, dan sebagaimana yang telah
diberlakukan pada pondok pesantren sejak dahulu. Paradigma ini dibangun berdasarkan
keyakinan masyarakat bahwa pada hakikatnya tiada perubahan yang akan terjadi melainkan
atas kehendak Tuhan, gagasan tersebut menjadi rujukan sebab melihat pentingnya
harmoni dalam masyarakat demi menghindarkan konflik dan kontradiksi.[5]
- Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan dan tantangan
kehidupan sosial pada pesantren adalah sebagai berikut :
- Pesantren
sebagai lembaga yang mempunyai ciri khas dalam pembelajarannya tetap
mempertahankan manhaj yang telah ada sejak lama seperti sistem sorogan,
bandongan, bahtsul masail dan lainnya serta tetap terbuka pada dinamika
berkembangnya zaman sehingga tetap relevan baik keilmuan klasik dan
modern.
- Metode
yang diterapkan di pesantren dinilai lebih unggul dibandingkan lembaga
pendidikan lainnya sebab di pesantren terdapat sistem pendidikan yang
lebih kompleks. Dimana santri tidak hanya belajar teori melainkan juga
bagaimana cara implementasi ilmu yang telah didapatkan. Sehingga sangat
berguna bagi para santri nantinya Ketika kembali di tengah-tengah
masyarakat.
- Atas
kolaborasi dua bidang keilmuan yaitu ilmu agama dan ilmu umum menjadikan
pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mampu menjawab segala tantangan
perkembangan zaman. Sebab para santri telah dibekali ilmu-ilmu agama dan
juga ilmu sosial yang berkaitan dengan sains dan teknologi, sehingga mempu
mengembangkan kehidupan sosial masyarakat yang lebih baik dan berkembang
pesat dengan segala persoalannya.
[1] Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik
Pesantren (Jakarta: Paramadina, 2010), hlm. 17.
[2] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi
Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiyai, (Jakarta: LP3ES, 1994),
hlm. 44.
[3] Majalah Komunikasi
UM, (23 Maret 2015).
[4] Indra Bastian dan
Olivia Idrus, Modul Akuntansi Pendidikan, hlm. 05.
[5] Mansour Fakih, Ideologi
dalam Pendidikan “Sebuah Pengantar dalam William F. O’neil Ideologi-Ideologi
Pendidikan”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 99.
0 Response to "Contoh Format Review Jurnal - Praktis dan Mudah"
Post a Comment